Mantan dosen Filsafat Universitas Indonesia itu mengatakan bahwa gerakan etis yang dilakukan melalui reuni 212 ini semacam mengingatkan bangsa terkait adanya ketidakadilan.
Rocky Gerung berpendapat bahwa aksi reuni 212 bisa dianggap sebagai pengingat dan monument bahwa masih terjadi ketidakadilan di Indonesia sehingga memunculkan protes missal.
“Itu semacam upaya mengingatkan bangsa bahwa bila terjadi ketidakadilan maka aka nada protes massal, nah sekarang masih ada ketidakadilan sehingga orang bereuni di Monas, itu sebetulnya adalah hal yang biasa,” jelas Rocky Gerung.
Lebih lanjut, Rocky Gerung mengatakan bahwa ide diadakannya reuni 212 itu masih relevan karena masih ada kondisi ketidakadilan.
Ia bahkan menyebut bahwa reuni 212 ini sebetulnya hal receh yang sebenarnya tidak perlu ditakuti oleh pemerintah.
Menurut Rocky Gerung, dilarangnya aksi reuni 212 ini justru menunjukkan bahwa kekuasaan terlihat semakin arogan.
Baca Juga: Erick Thohir Tunjuk Kader PDIP Jadi Dirut PLN, Rocky Gerung: Kelihatannya Lagi Membangun Tim Sukses
“Dengan melarang 212 maka diingatkan lagi bahwa itu adalah peristiwa yang sengaja diabaikan, padahal itu pelajaran politik besar,” pungkasnya.***