Yayak juga pernah turun kejalan untuk menyuarakan tuntutannya kepada Soeharto untuk turun dari jabatannya, bersama dengan 8000an pada tahun 1977/1978, di depan kampus ITB.
Yayak dalam menyuarakan aspirasinya tidak hanya turun di jalan saja, tapi ia juga mengkritik melalui karya-karya seninya, dari lukisan sampai musik.
Kritik-kritik orang bernama Bambang ini, bahkan pernah sampai membuatnya menjadi buronan para aparat zaman orde baru.
Baca Juga: Refly Harun Sebut Insiden Wadas Bisa Jadi Batu Sandungan Ganjar Pranowo di Pilpres 2024
Yayak kerap kali terjun dalam kasus-kasus agraria pada saat ia aktif dalam gerakan-gerakan sosial di luar kampus.
‘Tanah untuk Rakyat’ adalah poster yang sempat membuatnya menjadi kejar-kejaran pada masa Orba di tahun 1991.
Akibat poster itu, Yayak bersama anak dan istrinya harus mengungsi ke Jerman. Dan selama di sana, ia masih saja menyuarakan bentuk protes kepada rezim Suharto untuk membela korban-korban orba.
Yayak lalu kembali lagi ke Indonesia pada tahun 2005, ia kemudian memilih untuk menetap di Jogjakarta.
Yayak juga memiliki prinsip yang ia tiru dari Ki Hajar Dewantara. Bahwa semua orang itu guru.