"Kelebihan DKI adalah, dia tidak terdiri dari Kabupaten/Kota sehingga APBD-nya consolidated. Sementara (APBD) provinsi lain ada di Kabupaten/Kota sehingga mereka tidak bisa meraup semua pendapatan di daerah tersebut," katanya.
Lebih lanjut, Refly Harun menilai ada kejanggalan di balik kemarahan Jokowi saat menyampaikan pidatonya dalam sebuah acara di Bali, yang disebut-sebut menjadi peringatan keras bagi kepala daerah, kementerian, BUMN, hingga TNI dan Polri.
Bahkan, publik juga menduga kuat bahwa kemarahan Jokowi terkait impor hanya merupakan gimmick atau settingan belaka.
Terlebih, masa jabatan Jokowi sebagai Presiden RI hanya menyisakan kurang lebih dua setengah tahun lagi.
"Tapi yang jelas, kita tidak tahu kemarahan Presiden Jokowi kok sekarang ketika dia tinggal dua setengah tahun lagi menjabat di pemerintahan? Kenapa tidak dari awal soal bagaimana lebih mau belanja produk dalam negeri ketimbang luar negeri?," ujar dia.
Refly Harun juga menegaskan bahwa praktik impor yang dilakukan oleh kepala daerah maupun kementerian tak lepas dari berbagai kepentingan di sekitarnya.
Salah satunya adalah tingginya fee yang diterima oleh kepala daerah atau pejabat terkait untuk kepentingan pribadi di balik transaksi impor dalam pengadaan barang dan jasa.
Menurutnya, dugaan atau temuan tersebut harus dicek secara detail jika dicurigai adanya potensi korupsi di baliknya.