6 Tanda Kamu Mengalami Gangguan Depersonalisasi, Salah Satunya Merasa Seperti Robot

- 6 April 2022, 15:28 WIB
 Tanda Serius yang Tidak Disadari Bahwa Kamu Mengalami Gangguan Depersonalisasi.
Tanda Serius yang Tidak Disadari Bahwa Kamu Mengalami Gangguan Depersonalisasi. /unsplash/ Noah Silliman

KABAR BESUKI - Gangguan depersonalisasi adalah perasaan pernah merasa terputus dari tubuh atau mati rasa untuk merasakan sesuatu.

Mungkin hal itu adalah salah satu tanda bahwa kamu mengalami gangguan depersonalisasi.

Aliansi Nasional untuk Penyakit Mental memperkirakan bahwa hampir 75 persen dari semua orang mengalami depersonalisasi.

Setidaknya sekali dalam hidup mereka pernah mengalami hal seperti episode yang terisolasi, dan 2 persen sebagai gangguan besar.

Gangguan depersonalisasi dan perasaan tidak nya (DPAFU) adalah penyakit dan kondisi mental yang disalahpahami dan sering salah diagnosis.

Untuk memahami depersonalisasi, yang perlu dipahami adalah disosiasi terlebih dahulu.

Baca Juga: HYBE Bantah Tuduhan yang Diberikan ke Kim Garam LE SSERAFIM: Itu Semua Tidak Benar

Disosiasi dianggap sebagai gangguan dalam berbagai aspek kesadaran, identitas, memori, tindakan fisik, atau lingkungan.

Hal ini adalah pemutusan atau tidak ada hubungannya antara hal-hal yang terkait satu sama lain, dan bisa terjadi antara pengalaman dan rasa diri kamu.

Merasa mati rasa, di luar emosional bisa mengkhawatirkan dan menakutkan.

Terkadang, depersonalisasi merupakan gejala dari gangguan lain seperti kecemasan, depresi, gangguan stress pasca trauma, gangguan panik, atau bisa juga merupakan gejala epilepsi dan migrain.

Dilansir Kabar Besuki dari Yourtango, Depersonalisasi bisa saja terjadi, atau bisa juga merupakan efek samping dari obat-obatan tertentu.

Berikut 6 Tanda yang Tidak Disadari Menderita Gangguan Depersonalisasi

1. Merasa seperti entitas yang benar-benar terpisah dari tubuh

Tubuh kamu terasa seperti orang asing, kepala terasa seperti terbungkus kapas, dan tubuh terasa hampa dan tak bernyawa.

Beberapa orang kehilangan indra perasa, peraba, penciuman, dan mungkin merasa perlu mencubit, menyodok, atau memukul diri sendiri, hanya untuk mencoba merasa normal kembali.

Baca Juga: Marak Klitih di Jogja yang 'Haus' Korban, Sosiolog UGM Soroti Pelaku Klitih Alami Penat Situasi dari Sekolah

2. Tidak merasakan hubungan apapun dengan orang yang terlihat pada cermin

Merasa detasemen mendalam ketika melihat bayangan sendiri, berusaha menghindarinya. 

Bahkan, selain menghindari hal seperti cermin, keluar rumah atau bersama orang lain juga sangat dihindari.

3. Mengalami rasa keterpisahan dari lingkungan

Seringkali, depersonalisasi disertai dengan derealisasi, tidak hanya merasa terputus dari dunia, tetapi juga tidak terbiasa dengan individu lain, benda mati, atau semua lingkungan.

Derealisasi sering melibatkan distorsi visual subjektif seperti, ketidakjelasan, sensitivitas tinggi, bidang visual yang lebih besar atau lebih kecil, dua dimensi atau kerataan, visi tiga dimensi yang berlebihan, dan ukuran objek yang berubah.

4. Merasa seperti robot

Saat mengalami depersonalisasi, orang terkadang merasa menjadi pengamat dari tubuh dan proses mentalnya sendiri.

Suara mereka mungkin terdengar asing bagi pikiran mereka, cara berbicara, hal-hal yang dilakukan tidak lagi terasa spontan. 

Sebaliknya, mereka merasa seolah-olah hanya melakukan gerakan.

Faktor utama lain yang digambarkan bagi penderita adalah ketidakmampuan untuk merasa emosi, bahkan kepada orang-orang terdekat mereka.

5. Menganggap ingatan mereka sebagai milik orang lain

Kesulitan dalam hal memperhatikan dan mengingat, kesulitan hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari, kesulitan menerima informasi baru, dan mengalami pikiran yang dipercepat dan membingungkan.

Ingatan mereka mungkin tidak memiliki inti emosional, atau mungkin merasa seakan-akan begitu jauh sehingga tidak mungkin menjadi milik diri sendiri.

6. Tahu ada sesuatu yang salah

Merasa tidak delusi, tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan cara memandang dunia.

Perawatan terbaik untuk depersonalisasi adalah terapi bicara karena tidak ada obat yang dirancang khusus untuk gangguan ini.

Baca Juga: Marak Klitih di Jogja yang 'Haus' Korban, Sosiolog UGM Soroti Pelaku Klitih Alami Penat Situasi dari Sekolah

Obat-obatan tertentu yang dirancang untuk mengobati depresi dan kecemasan seperti, Prozac, Klonopin, dan Anafranil dapat membantu. ***

Editor: Ayu Nida LF

Sumber: Your Tango


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x