Lebih dari 500 Tahanan Rohingya Melarikan Diri dari Pusat Penahanan Penang, 6 Meninggal Saat Larikan Diri

21 April 2022, 10:47 WIB
Ilustrasi Muslim Rohingya kabur dari pusat penahanan Penang, Malaysia/Twitter/@ReutersAsia /

KABAR BESUKI - Lebih dari 500 orang Rohingya melarikan diri dari pusat detensi imigrasi Malaysia di Penang menyusul serangan menjelang fajar pada Rabu, 20 April, dengan enam diantaranya  tewas di jalan.

Departemen Imigrasi Malaysia mengatakan bahwa 528 orang Rohingya yang ditahan telah melarikan diri dari pusat penahanan sementara Sungai Bakap, yang terletak di perbatasan antara negara bagian Penang dan Kedah, pada pukul 4.30 pagi.

Muslim Rohingya adalah kelompok etnis minoritas dari Myanmar yang mayoritas beragama Buddha dan sebagian besar tidak memiliki kewarganegaraan setelah Myanmar menolak untuk mengakui kewarganegaraan mereka.

Sejak 2015, krisis pengungsi akibat kekerasan sektarian di negara bagian Rakhine Myanmar terhadap Rohingya telah membuat jutaan orang dari kelompok minoritas melarikan diri dari Myanmar ke negara-negara tetangga.

Malaysia adalah negara dengan populasi Rohingya terbesar keempat di luar Myanmar, setelah Bangladesh, Pakistan, dan Arab Saudi. Lebih dari 150.000 orang Rohingya tinggal di Malaysia menurut perkiraan baru-baru ini. 

Baca Juga: MAKI Sebut Dirjen Kemendag Berpotensi Dihukum Mati: Kasus Ini Membuat Kacau Ekonomi

Konsentrasi terbesar Rohingya berada di Bangladesh, dengan lebih dari 1,3 juta ditempatkan di kamp-kamp penahanan di sana. 

Polisi sejauh ini menolak untuk mengomentari penyebab pelarian orang Rohingya hari Rabu. Sebuah laporan di The Star mengatakan bahwa insiden itu dipicu oleh protes yang dengan cepat berubah menjadi kerusuhan.

Direktur Jenderal Imigrasi Khairul Dzaimee Daud mengatakan bahwa para tahanan telah mendobrak pintu utama dan kisi-kisi pusat.

Kepala polisi Penang, Komisaris Datuk Shuhaily Mohd Zain, mengatakan kepada media pada hari Rabu bahwa pihak berwenang telah menangkap 357 buronan pada sore hari, sementara enam dari mereka telah meninggal. 

Pencarian sedang berlangsung, untuk 165 lainnya masih buron. Mereka diyakini bertelanjang kaki dan menuju ke selatan dalam kelompok besar. Polisi mengatakan kelompok itu mencakup setidaknya 12 anak, satu berusia satu tahun. Tiga belas penghalang jalan telah dipasang di Penang dan Kedah. 

Komisaris Wan Hassan Wan Ahmad, kepala polisi Kedah, mengatakan enam orang yang meninggal ditabrak kendaraan ketika mencoba menyeberang jalan yang ramai di Jawi, Penang, sekitar 8 km dari kamp. 

Di antara mereka yang meninggal ada dua anak, laki-laki dan perempuan. Ada 137 anak di pusat penahanan pada saat pelarian, meskipun tidak jelas berapa banyak dari mereka yang melarikan diri. 

Kamp itu memiliki total 664 tahanan sebelum penjara dibobol, dan hanya 136 yang tetap di tempat setelah insiden itu. 

Komisaris Wan Hassan mengatakan bahwa pada saat kejadian, hanya ada 23 petugas imigrasi yang bertugas dan mereka kewalahan dengan kerusuhan tersebut. Dia mengatakan para petugas telah meminta bantuan polisi ketika kerusuhan dan pelarian meningkat serta tidak ada petugas keamanan yang terluka.

"Mungkin ada unsur ketidakbahagiaan (yang mengarah ke insiden itu)," katanya, sambil menolak untuk mengungkapkan rincian lebih lanjut mengutip penyelidikan yang sedang berlangsung.

Insiden ini sedang diselidiki berdasarkan Bagian 224 dan 147 KUHP untuk menghalangi penangkapan dan kerusuhan secara sah. Kedua pasal tersebut memberikan hukuman penjara hingga dua tahun. 

Baca Juga: Mendag Lutfi Bantah ‘Kongkalikong’ dengan Dirjen Perdaglu Soal Korupsi Ekspor Minyak Goreng

Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia (Suhakam) pada Rabu mendesak badan independen dibentuk untuk menyelidiki penyebab insiden tersebut. Polisi juga telah membentuk tim investigasi khusus.

Insiden itu pasti akan memperbarui fokus pada kondisi kamp-kamp penahanan di Malaysia dan juga perlakuan terhadap para migran yang ditempatkan di sana. 

Perlakuan Malaysia terhadap para migran, termasuk di kamp-kamp penahanan, menjadi subjek film dokumenter Al Jazeera yang kontroversial pada tahun 2020. Pihak berwenang bereaksi keras terhadap kritik dalam film dokumenter tersebut, dengan mengusir seorang pekerja imigran Bangladesh yang ditampilkan dalam film dokumenter yang mengkritik otoritas Malaysia. 

Tahun lalu, aktivis Malaysia Heidy Quah, yang bekerja dengan pengungsi, didakwa dengan tuduhan "menghina orang lain" setelah dia mengkritik kondisi di kamp-kamp penahanan.

Banyak dari tahanan Rohingya dipindahkan ke kamp tersebut kurang dari setahun yang lalu, dari sebuah kamp imigrasi di pulau Langkawi. Mr Khairul tahun lalu mengatakan bahwa pemindahan itu dilakukan karena logistik makanan yang tidak memadai untuk para tahanan di kamp Langkawi. 

Baca Juga: Update Covid-19 di Indonesia per 20 April 2022, Kasus positif 741 Orang dalam Sehari

Langkawi adalah salah satu pintu masuk utama bagi pengungsi Rohingya yang mencoba memasuki Malaysia saat melarikan diri dari kekerasan komunal di Myanmar. 

Malaysia, yang tidak secara resmi mengakui pengungsi, menganggap mereka sebagai imigran ilegal, meskipun beberapa yang membawa kartu Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi diizinkan untuk tinggal di negara itu.***

Editor: Ayu Nida LF

Sumber: The Straits Times

Tags

Terkini

Terpopuler