UU Cipta Kerja Lebih Pantas Disebut Omnibus 'DIFABEL' Law

4 November 2020, 18:19 WIB
Moch Musta’Anul Khusni, S.H. Founder Pokrol.id (Digital Legal Research) /

KABAR BESUKI - Ubi Societas Ibi Ius, hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat karena pada dasarnya hukum adalah cerminan dari masyarakat itu sendiri melalui proses peradaban dan kesepakatan maka tatanan hidup kemudian muncul yang kemudian disebut sebagai hukum, secara perkembangannya sebuah aturan sebelum muncul sebagai hukum dan ditaati di dalam masyarakat harus melalui banyak tahapan mulai dari perumusan, pembahasan hingga pelaksanaan dari aturan itu sendiri dan ketika aturan tersebut bisa di laksanakan dan dirasakan langsung oleh masyarakat maka aturan itu kemudian berubah menjadi hukum yang kemudian membentuk tatanan dan sistem sosial yang kemudian menjadi pedoman bagi masyarakat.

Baca Juga: Cara Cek Daftar Penerima Bantuan BPUM Disini, Hanya Masukan Nomor NIK KTP di eform.bri.co.id/bpum

Baca Juga: Kemenparekraf Salurkan Dana Hibah Bantu Industri Pariwisata di Banyuwangi

Berkaca dari mekanisme pembentukan hukum oleh masyarakat tersebut, kemarin pada tanggal 02 November 2020 secara resmi Presiden Joko Widodo telah meneken Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau yang sering disebut sebagai UU Omnibus Law, gelombang penolakan yang dialami oleh UU ini sudah muncul semenjak wacana dari pembentukan UU ini dikemukakan oleh Pemerintah, bagaimana tidak, UU yang dijuluki sebagai UU Sapu Jagat ini bukan hanya keluar dari pedoman dan kaidah dari pembentukan hukum yang sudah ada ditambah regulasi yang dimuat di dalam nya konon juga berisi ketentuan-ketentuan yang memberatkan rakyat dan berbahaya bagi kelangsungan lingkungan hidup di Indonesia.

Baca Juga: 'Act Of Valor' Film yang Akan Tayang Hari ini 04 November 2020, 23.30 di Bioskop Trans TV

Ketentuan pembentukan Undang-Undang di Indonesia sejatinya diatur di dalam Undang-Undang nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, di dalam ketentuan UU tersebut diatur mengenai pembentukan, perubahan hingga pencabutan dari suatu perundang-undangan, salah satu yang membuat Omnibus Law ini sulit untuk diterima bukan hanya karena materi muatan nya saja melainkan prosedur formil di dalam Omnibus Law justru seakan menguatkan Pemerintah saat ini sedang tidak menghormati UU yang berlaku di negara ini, sebelum Omnibus Law ini muncul mekanisme perubahan di dalam UU haruslah dilakukan melalui UU yang baru itu pun dengan dua kemungkinan yakni penggantian pasal atau penambahan pasal, dan ketika muatan di dalam UU tersebut diubah lebih dari 50% materi kandungan di dalamnya maka haruslah dilakukan pencabutan UU itu secara keseluruhan kemudian dibentuk UU baru.

Baca Juga: 'Red 2' Film yang Akan Tayang Hari Ini 4 November 2020, 21.30 di Bioskop Trans TV

Namun dengan munculnya Omnibus Law maka beberapa UU dapat diubah secara serentak di dalam satu naskah UU saja, pada dasarnya hal ini tidak masalah dikarenakan sebuah mekanisme pembentukan dan perubahan UU di suatu negara bisa dilakukan dengan mekanisme apa pun selama tidak bertentangan dengan Konstitusi, Hak Asasi Manusia dan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku. Dan dalam hal ini Omnibus Law telah secara jelas melangkahi ketentuan Perundang-undangan yang berlaku di dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 sehingga banyak sekali cacat formil yang terjadi di dalam UU Omnibus Law, padahal seharusnya Pemerintah bisa saja melakukannya dengan lebih beretika dengan cara merubah terlebih dahulu UU 12 Tahun 2011 dan memasukan ketentuan Omnibus Law baru kemudian Menyusun Omnibus Law sendiri.

Baca Juga: Kabar Duka, Dalang Ki Seno Nugroho Seniman Wayang Kulit Yogyakarta Tutup Usia

Segala sesuatu yang dilakukan dengan persiapan yang buruk dan Premature maka akan menghasilkan produk yang buruk dan Premature pula, di dalam Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 disebutkan salah satu asas pembentukan hukum adalah Kejelasan Rumus dan Keterbukaan, semenjak awal Omnibus Law ini jauh dari kata mencerminkan kedua asas tersebut, ditinjau dari kejelasan rumus maka banyak dari ahli hukum sepakat kalau UU ini malah jauh merumitkan dibanding pembentukan UU sebelumnya karena dalam satu UU merubah dan mengganti banyak UU, hal ini kedepan akan semakin mempersulit masyarakat dalam penerapan hukum yang berlaku.

Bagaimana tidak di dalam UU yang memiliki Judul Cipta Kerja ini di dalamnya bukan hanya mengatur tentang Ketenagakerjaan, akan tetapi mengatur lebih dari 85 Undang-Undang yang sudah ada sebelumnya, seorang praktisi hukum saja bisa sangat kesulitan menerapkan UU Omnibus Law ini apalagi masyarakat awam. Keterbukaan di dalam pembentukan UU ini juga dinilai jauh dari kata Terbuka, terbukti dengan banyaknya gelombang demonstrasi yang menolak UU Omnibus Law dengan alasan kesalah pahaman dan Hoax semakin menguatkan tugas Pemerintah sebagai corong utama informasi kepada masyarakat telah mengalami kegagalan.

Selain asas, di dalam pembentukan Undang-undang juga harus mencerminkan beberapa nilai salah satunya adalah Pengayoman, Keseimbangan, Keserasian dan Keselarasan di dalam hukum dan nilai-nilai ini sama sekali tidak tercerminkan dalam muatan UU Omnibus Law ini, Agenda besar Pemerintah dalam rangka membangkitkan iklim investasi dan ekonomi negara selalu menjadi dalih Pemerintah untuk meloloskan Undang-Undang ini, maka jawaban atas segala pertanyaan yang telah muncul di dalam masyarakat selama ini dalam menanggapi Omnibus Law seakan terjawab sudah dengan munculnya Draft UU nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengalami banyak sekali kecacatan baik Typo, pembendaharaan kata, penggunaan istilah hingga logika dan argumentasi hukum yang termuat di dalamnya seakan menjadi lelucon bagi masyarakat dan ini menjadi pertama kali nya dalam sejarah Republik ini berdiri.

Baca Juga: Chord dan Lirik Lagu 'Kau Cantik Hari Ini' Karya dari Lobow

Sebuah Undang-Undang yang di gadang-gadang memiliki nilai Revolusioner besar justru menjadi lelucon dikarenakan kesalahan-kesalahan yang terlihat dikarenakan ketidakprofesionalan para aktor dibalik Undang-Undang ini, maka dengan berat hati dan tidak bermaksud menyinggung beberapa pihak sejatinya Undang-Undang ini tidak pantas disebut sebagai Omnibus Law akan tetapi sebagai Difabel Law karena banyaknya kecacatan yang muncul dikarenakan proses yang dilakukan secara serampangan dan arogan, Pemerintah harus segera belajar dan instropeksi diri karena masih banyak cara untuk mensukseskan agenda negara tanpa harus mempertaruhkan jati diri bangsa yakni hukum dan kesejahteraan rakyat. ***

Penulis: Moch Musta’Anul Khusni, S.H, Founder Pokrol.id (Digital Legal Research)

Editor: Surya Eka Aditama

Tags

Terkini

Terpopuler