Pasal Pencemaran Nama Baik Tergolong Meresahkan, Wamenkumham: Tidak Dipungkiri Pasal Ini Menimbulkan Keresahan

18 Maret 2021, 16:30 WIB
Wamenkumham Eddy Hiariej memberikan keterangan pers seusai pelantikan di Istana Negara, Jakarta (23/12/2020) / Youtube: Setpres RI

KABAR BESUKI - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward OS Hiariej tidak memungkiri pasal 27 ayat 3 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengenai pencemaran nama baik telah memunculkan keresahan di masyarakat.

"Tidak dimungkiri pasal ini menimbulkan keresahan. Terjadi multitafsir atau distorsi antara penyampaian kritik dan pencemaran nama baik sehingga terjadi saling lapor," kata Eddy, demikian ia disapa, saat membuka Diskusi Publik Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik di Yogyakarta, Kamis 18 Maret 2021.

Dikutip dari Antara, menurut Eddy, tujuan awal dirumuskannya UU ITE adalah untuk mencegah terjadinya perbuatan yang merugikan orang lain di dunia maya, mulai dari peretasan sampai penyebaran kabar bohong atau hoaks.

Baca Juga: KPK Kembali Beraksi, Kali Ini Kantor-Kantor Dinas Pemkab Bandung Barat Digeledah Penyidik

Pelanggaran hukum di dunia nyata, menurut dia, saat ini memungkinkan terjadi secara virtual.

"Sehingga UU (ITE) ini diperlukan karena kegiatan di ruang cyber tidak dapat didekati dengan ukuran hukum konvensional saja. Kalau ini ditempuh (dengan hukum konvensional) maka banyak yang lolos dan kesulitan dalam pemberlakuan hukum," kata dia.

Namun demikian, berikutnya muncul gagasan di DPR RI untuk memasukkan pencegahan tindakan pelanggaran hukum lain di dunia maya yang salah satunya bisa mencakup masalah penghinaan atau pencemaran nama baik sehingga muncul Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 dalam UU ITE.

Baca Juga: Mendikbud Menyebutkan Peserta Didik dengan Usia Ini Memiliki Risiko Terinfeksi COVID-19 Lebih Rendah

Tiga pasal itu, menurut dia, sangat multitafsir karena tidak memenuhi syarat utama dalam asas legalitas yang salah satunya berbunyi tidak ada perbuatan pidana tanpa undang-undang yang jelas.

"Apakah Pasal 27, 28, dan Pasal 29 jelas? tidak, tidak jelas," ujar Eddy.

Ia mencontohkan dalam UU ITE, penjelasan mengenai Pasal 27 sekadar disebutkan bahwa unsur penghinaan yang dimaksud adalah sebagaimana Pasal 310 KUHP tentang penistaan dan Pasal 311 KUHP tentang fitnah.

Menurut dia, hal itu berbeda dengan saat pembentukan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Baca Juga: Dirjen Pajak, Polda Metro Jaya, dan Peruri Ungkap Praktik Materai Palsu yang Berpotensi Rugikan Negara Rp37 M

Ketika mengadopsi sejumlah kejahatan jabatan dari KUHP, pasal-pasal sepenuhnya diambil dan ditulis ulang di dalam UU itu.

Akibatnya, Pasal 27 ayat 3 UU ITE yang mengatur pencemaran nama baik kerap diprotes oleh berbagai kalangan masyarakat.

"Argumentasi yang kerap muncul adalah karena kriteria dan unsur perbuatan yang tidak jelas dan multitafsir," kata dia.

Oleh sebab itu, melalui diskusi publik tersebut, ia berharap para pakar, praktisi, atau masyarakat dapat berpartisipasi memberikan masukan kepada tim kajian yang memiliki tugas merumuskan kriteria implementatif atas pasal tertentu dalam UU ITE yang dianggap menimbulkan multitafsir.

Baca Juga: Gula Sering Disebut Penyebab Kencing Manis? Supaya Tidak Keliru, Ketahui Mitos dan Fakta Penyakit Diabetes

Terhadap pasal yang multitafsir, menurut dia, Presiden Joko Widodo akan mengajak DPR melakukan revisi UU ITE.

"Berbicara revisi UU kan tidak semudah membalik telapak tangan. Membutuhkan proses paling tidak dua sampai tiga bulan karena setelah ada pembahasan masih berhadapan dengan DPR, muncul daftar inventarisasi masalah, baru kemudian akan dibahas lalu disahkan," kata dia.

Baca Juga: Gula Sering Disebut Penyebab Kencing Manis? Supaya Tidak Keliru, Ketahui Mitos dan Fakta Penyakit Diabetes

UU ITE, kata Eddy, pada prinsipnya harus dapat melindungi berbagai kepentingan hukum untuk melindungi kebebasan berbicara, menyampaikan pendapat dengan lisan dan tulisan.

Selain itu, beleid itu harus pula melindungi kebebasan berkomunikasi dan memperoleh informasi sebagai hak yang bersifat hak konstitusional warga negara sebagaimana ditentukan Pasal 28F UUD NRI 1945 dan hak dasar akan perlindungan terhadap harkat, martabat, dan nama baik orang lain yang dilindungi berdasarkan Pasal 28G ayat (1) UUD NRI 1945. ***

Editor: Surya Eka Aditama

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler