Wacana Pajak Pulsa Pemerintah Yakin tak Bebani Konsumen, Ini Kata Sri Mulyani!

- 6 Februari 2021, 12:49 WIB
ilustrasi isi pulsa.
ilustrasi isi pulsa. /Pixabay
KABAR BESUKI - Wacana pemberlakuan pajak pulsa, voucher, dan kartu perdana akan di umumkan bulan ini.
 
Pemerintah mengumumkan wacana untuk menarik pajak dari penjualan pulsa, voucher, dan kartu perdana melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 pada 29 Januari 2021, kemarin.
 
Hal ini telah menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, dikarenakan di saat pandemi ini pemerintah akan memungut pajak dari hasil penjualan pulsa, voucher, token listrik, dan kartu perdana.
 
Dalam hal ini masyarakat menilai pemerintah telah memberatkan rakyat dilihat dari situasi saat ini.
 
Pemerintah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen pada Pajak Penghasilan (PPH) akan dikenakan 0,5 persen.
 
Sri Mulyani sendiri menjelaskan bahwa yang di pahami masyarakat hanyalah 'harga naik' tanpa mengecek besaran kisaran pengenaan pajak.
 
Kemudian, Sri Mulyani menambahkan bahwa tidak ada lagi pengenaan pajak baru dalam ketentuan tersebut.
 
Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung menjelaskan masyarakat tidak perlu khawatir akan pemungutan pajak baru tersebut, dikarenakan itu hanya menyasar kepada pedagang kalangan tertentu saja yang akan dikenakan pajak.
 
''Sehingga distributor tingkat pengecer yang menjual kepada konsumen akhir tidak perlu memungut PPN lagi'', ungkap Sri Mulyani.
 
Pemungutan PPN untuk pulsa dan kartu perdana hanya distributor tingkat 2 dan server.
 
Sedangkan untuk token listrik hanya dikenakan PPN pada Jasa penjualan atau pembayaran token listrik dalam bentuk selisih harga penjual.
 
PPH 0,5 sendiri akan di potong dimuka sesuai nilai yang ditagih oleh distributor tingkat ke 2 kepada distributor selanjutnya. Masyarakat tidak perlu resah dengan pemungutan pajak pulsa ini dikarenakan itu hanya di targetkan kepada kalangan tertentu saja, untuk konsumen sudah tidak dikenakan pajak.
 
Fakta di lapangan Kementerian Keuangan sering kali menjumpai kalangan distributor dan pengecer yang secara administrasi tidak mampu menjalankan kewajiban sehingga membuat mereka sering kali bermasalah dengan kantor pajak setempat.
 
Uang dari hasil pemungutan pajak sendiri nantinya untuk digunakan pembangunan negara, dan hampir di segala sektor ada pajak yang dikenakan.
Seperti halnya makan di sebuah restoran, Restoran akan dikenakan pajak 10 persen sesuai omzet yang mereka dapatkan.
 
Terkait dengan aturan pajak pulsa, kartu perdana, Operator seluller telah berkoordinasi dengan ATSI membahas aturan tersebut.
 
ATSI sendiri telah melanjutkan diskusi terkait aturan baru tersebut dengan Kementerian dan Operator selluler. Wakil Ketua ATSI Merza Fachys mengatakan pihaknya sedang melakukan diskusi dengan Direktorat Jenderal Pajak untuk pemahaman dan jalur distribusi ini.
 
Aturan pajak yang baru ini mendapat respon dari masyarakat dikarenakan selama pandemi Covid-19 masyarakat lebih banyak di rumah dan sebagian dari mereka harus work from home dan juga sistem pembelajaran tatap muka harus di ganti sistem pembelajaran secara daring.
 
Dengan adanya aturan pajak baru ini pemerintah berharap dapat mendorong peningkatan pendapatan negara dan ekonomi negara.***

Editor: Ayu Nida LF

Sumber: ANTARA


Tags

Terkini

x