Dianggap Memprovokasi dan Mengancam, Filipina Menuntut Kapal Militer China di Laut Natuna Utara Segera Ditarik

- 24 Maret 2021, 09:01 WIB
Foto: Pulau Spratly yang tidak berpenghuni di Laut Natuna Utara yang disengketakan
Foto: Pulau Spratly yang tidak berpenghuni di Laut Natuna Utara yang disengketakan /Rianti S/REUTERS / Erik De Castro

KABAR BESUKI - Filipina memprotes kepada China mengenai apa yang digambarkan sebagai "kerumunan dan mengancam" yang dilakukan oleh kapal militer China di perairan yang disengketakan di Laut Natuna Utara.

Keluhan yang diutarakan oleh Filipina pada Senin 23 Maret waktu setempat menuntut China segera menarik kapal mereka dari daerah tersebut.

Pejabat Filipina melaporkan sekitar 220 kapal yang diyakini berisi awak personil milisi maritim China, yang terlihat berlabuh di Whitsun Reef atau bagi Filipina disebut Julian Felipe Reef pada 7 Maret 2021 lalu.

Baca Juga: Simak Himbauan BMKG Terkait Hujan yang Disertai Petir akan Melanda Jakarta Selatan dan Jakarta Timur

Baca Juga: Kantor Pusat Bank Panin Digeledah KPK! Penyidikan Kasus Dugaan Korupsi

Baca Juga: Presiden Afghanistan Ashraf Ghani Menolak Ajakan Damai AS, Akan Lakukan Pemilu Awal untuk Menggantikannya

Kementerian luar negeri Filipina mengatakan jika pengerahan berkelanjutan, kehadiran, dan aktivitas berlarut-larut kapal China tersebut telah melanggar kedaulatan Filipina.

Mereka juga menambahkan jika kehadiran kapal-kapal tersebut yang berkerumun telah mengancam dan menciptakan suasan yang tidak stabil.

Kedutaan Besar China membantah tuduhan tersebut.

Kedutaan Besar China di Manila mengatakan pada Senin 23 Maret bahwa kapal-kapal tersebut adalah kapal penangkap ikan, dan kapal tersebut  sedang berlindung karena kondisi laut yang buruk.

“Tidak ada milisi maritim China seperti yang dituduhkan. Setiap spekulasi seperti itu tidak membantu apa-apa selain menyebabkan gangguan yang tidak diperlukan,” kata Kedubes China di Manila.

Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana mengatakan bahwa kehadiran kapal-kapal tersebut adalah suatu tindakan provokatif yang secara gamblang berencana untuk memiliterisasi daerah tersebut.

Lorenzana mendesak pihak China untuk segera menarik kembali kapal-kapal itu menjauh.

Baca Juga: Disney Mengumumkan Black Widow Akan Dirilis di Bioskop dan Disney+, Begitu Pula dengan Cruella dan Shang-Chi

Baca Juga: Kelompok Peneliti ‘Pemburu Virus’ Asal Filipina Tangkap Ribuan Kelelawar untuk Cegah Pandemi Covid Berikutnya

Baca Juga: Kabar Duka! Irwansyah Meninggal Dunia Zaskia Sungkar Buka Suara

Pada bulan Januari, Filipina memprotes undang-undang baru China yang mengizinkan penjaga pantainya menembaki kapal asing, yang dianggapnya sebagai "ancaman perang".

Kedutaan Besar AS di Manila juga mengatakan bahwa kapal-kapal tersebut sudah berlabuh di daerah itu selama berbulan-bulan, dengan jumlah kapal yang semakin meningkat.

AS juga menuduh China menggunakan milisi maritimnya untuk mengintimidasi, mengancam, dan memprovokasi negara tetangga lainnya.

Seorang pakar Laut Natuna Utara, Jay Batungbacal mengatakan jika kebijakan persahabatan Presiden Rodrigo Duterte untuk menjauh dari Washington dan lebih dekat dengan China adalah salah satu penyebab intimidasi tersebut.

Baca Juga: Putus Cinta Membuat Orang Merasa Kehilangan Identitas Sehingga Banyak yang Sulit Move On, Ini Penjelasannya

Baca Juga: WHO Sebut 1.4 Juta Penderita TB Tidak Mendapat Perawatan Tepat Semenjak Pandemi Covid, Indonesia yang Terparah

Baca Juga: Air Fryer Menjadi Alternatif Menggoreng Makanan Tanpa Minyak, Apakah Benar Akan Lebih Sehat? Ini Penjelasannya

China mengklaim hampir seluruh Laut Natuna Utara, yang merupakan jalur perdagangan utama banyak negara.

Laut Natuna Utara juga diklaim oleh Filipina, Brunei, Vietnam, Malaysia, dan Taiwan yang disebut klaim tumpang tindih.***

Editor: Yayang Hardita

Sumber: REUTERS


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah