Indonesia Didesak untuk Melarang Pembukaan Lahan Baru Kelapa Sawit oleh Pemerhati Lingkungan

- 13 Agustus 2021, 14:32 WIB
Indonesia Didesak untuk Melarang Pembukaan Lahan Baru Kelapa Sawit oleh Pemerhati Lingkungan
Indonesia Didesak untuk Melarang Pembukaan Lahan Baru Kelapa Sawit oleh Pemerhati Lingkungan /Dok. Humas Setkab

KABAR BESUKI – Para pemerhati lingkungan mendesak agar Indonesia membuat larangan sementara untuk izin baru pembukaan perkebunan kelapa sawit secara permanen.

Hal ini bertujuan untuk memajukan kemajuan dalam mengatasi deforestasi dan memenuhi tujuan iklim.

Indonesia merupakanrumah bagi hutan tropis terbesar ketiga di dunia dan juga produsen minyak sawit terbesar.

Diketahui Indonesia memberlakukan pembekuan izin perkebunan selama tiga tahun yang berakhir pada bulan September.

Baca Juga: Musim Kemarau, Kapolda Kalteng Siap Antisipasi Karhutla dan Siagakan Ratusan Personel

Moratorium berguna untuk mencegah kebakaran hutan, deforestasi dan konflik lahan, membantu memenuhi target pengurangan emisi yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan iklim Paris, meningkatkan pengawasan dan mempercepat upaya untuk meningkatkan hasil di antara produsen minyak sawit yang lebih kecil.

Yuyun Harmono, manajer kampanye keadilan iklim di Forum Lingkungan Hidup Indonesia, mengatakan larangan tiga tahun tidak cukup lama untuk mencapai tujuan tersebut.

"Mereka (pemerintah) harus memperpanjangnya lebih lama karena kami masih memiliki masalah yang sama," katanya kepada dikutip Kabar Besuki dari Straits Times.

Ia juga mengatakan dan berharap bahwa moratorium tersebut secara permanen.

"Tujuan utama kami adalah memiliki moratorium permanen," imbuhnya.

Baca Juga: Rocky Gerung Tanggapi Aksi Bagi-bagi Sembako Ala Jokowi di Grogol: Mau Cari Popularitas

Pada tahun 2019, Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan moratorium permanen terpisah untuk pembukaan hutan baru untuk kegiatan seperti perkebunan kelapa sawit atau penebangan, yang mencakup sekitar 66 juta hektar hutan primer dan lahan gambut.

Tahun lalu, kehilangan hutan tropis di seluruh dunia menyamai luas Belanda, menurut layanan pemantauan satelit Global Forest Watch (GFW), meskipun perlindungan meningkat di beberapa bagian Asia Tenggara.

Konservasionis menyalahkan produksi komoditas, termasuk minyak kelapa sawit yang digunakan dalam segala hal mulai dari margarin hingga sabun dan bahan bakar dan mineral, untuk sebagian besar perusakan hutan karena dibuka untuk perkebunan, peternakan, pertanian, dan tambang.

Baca Juga: Rocky Gerung Menilai Jokowi Ingin Lepas dari PDIP dan Mengamankan Ganjar Pranowo Supaya Jadi Calon Presiden

Menghancurkan hutan hujan memiliki implikasi besar bagi tujuan global untuk mengekang perubahan iklim karena pohon menyerap sekitar sepertiga dari emisi pemanasan planet yang dihasilkan di seluruh dunia, tetapi melepaskan karbon kembali ke udara ketika membusuk atau dibakar.

“Moratorium kelapa sawit diperkenalkan sebagai tanggapan atas bencana kebakaran hutan yang terjadi di hutan dan lahan gambut Indonesia pada tahun 2015,” kata Gemma Tillack, direktur kebijakan hutan di Rainforest Action Network nirlaba yang berbasis di AS dikutip Kabar Besuki dari Straits Times.

“Moratorium permanen akan disambut dan, jika ditegakkan, akan memberikan kontribusi besar bagi upaya pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca,” pungkasnya.***

Editor: Ayu Nida LF

Sumber: Strait Times


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah