Bahkan, pembuatan mural saat ini semakin mudah dengan berkembangnya teknologi digital.
"Karena ketidakutuhan ucapan dengan kemauan, itu yang menyebabkan orang akhirnya lebih memilih menyuarakan protes dengan mural yang digital, yang nggak mungkin lagi ditulis di tembok-tembok bahkan ditulis di social media tuh," katanya.
Dengan adanya mural yang dirancang secara digital melalui media sosial, masyarakat semakin sadar bahwa kritik publik terhadap kekuasaan tak akan bisa lagi dibendung.
Namun karena hal tersebut pula, pihak-pihak di dalam lingkaran kekuasaan disebut-sebut akan semakin mengawasi pergerakan masyarakat di media sosial.
"Jadi soal-soal beginian yang menjadi ingatan di masyarakat bahwa yang ditutup oleh Istana itu bisa dibuka di social media. Akibatnya, seluruh kegiatan Istana adalah memantau social media, sehingga mereka tidak lagi memantau penderitaan rakyat. Dia takut pada wajahnya sendiri," ujar dia.
Baca Juga: Polisi Buru Pembuat Mural ‘Jokowi 404 Not Found’, Fadli Zon: Presiden Bukan Lambang Negara
Rocky Gerung mempertanyakan alasan pihak-pihak di dalam lingkaran kekuasaan memberangus penerbitan mural yang bernada untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang kerap dinilai tidak pro rakyat.
Menurutnya, hal tersebut justru berpotensi semakin mempercepat menuju terjadinya 'End Game' yakni berakhirnya masa pemerintahan Presiden Jokowi sebelum 2024.
"Sebetulnya, bagian paling buruk dari kita lebih dicurigai oleh negara, apalagi mencurigai kreativitas warga negara, itu konyol. Nah, itu yang memungkinkan kita untuk berpikir bahwa memang sejarah sedang mengarahkan negeri ini pada 'End Game'," tuturnya.***