KABAR BESUKI – Pakar hukum dan tata Negara Refly Harun ungkap ada yang aneh soal kontroversi Luhut dan Erick Thohir diduga terlibat bisnis PCR.
Kedua nama besar tersebut kini tengah menjadi bahan perbincangan yang cukup hangat di publik tanah air.
Lantaran kedua nama besar itu disebut-sebut memiliki saham di bidang alat kesehatan PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
Luhut menanam saham melalui PT Tobas Sejahtera, sedangkan Erick Thohir yang terkait dengan bisnis PCR dikabarkan masuk melalui saudaranya Boy Thoir melalui PT Adaro Bangun Negeri - yayasan yang berafiliasi dengan Adaro Energi.
Dilansir Kabar Besuki dari YouTube Refly Harun, menanggapi hal tersebut, Refly Harun, juga menyampaikan pendapatnya.
Menurut dia, wajar jika publik marah, karena ada beberapa nama menteri yang diduga ikut meraup uang dari urusan PCR.
“Kenapa orang permasalahkan? Karena kekuasaan ada di tangan kanan, perusahaan ada di tangan kiri. Bukan soal angkanya, harusnya memisahkan kekuasaan dan kepentingan bisnis,” tutur Refly Harun.
Refly Harun kemudian menyebut keterlibatan Luhut dalam kegiatan PCR tersebut. Dia mengatakan itu pasti tidak baik.
Karena prinsip universal tidak dapat disangkal. Ia juga berharap para pejabat bisa peka terhadap hal tersebut.
Refly Harun lantas menyebut keanehan bisnis Luhut di industri alat kesehatan. Jika mereka tidak mencari keuntungan, mereka seharusnya menciptakan yayasan sosial, bukan bisnis.
“Kalo mereka mau bentuk perusahaan tapi tak cari untung itu aneh. Kenapa gak buat yayasan sosial aja dalam rangka membantu masyarakat terdampak Covid. Kalau sudah perusahaan, kan tujuannya cari untung,” tutur Refly Harun.
Jika ICW menyebut omzet atau keuntungan Rp 10 triliun, menurut Refly Harun, itu bukan uang yang sedikit.
Oleh karena itu wajar jika banyak pihak yang tergiur untuk terjun ke bisnis kesehatan ini.
Selain itu, masa pandemi diperkirakan akan berlanjut hingga 2024. Bagi Refly, jika negara membutuhkan PCR untuk persyaratan penerbangan, pemerintah juga harus menanggung biaya PCR.***