Aspek nasionalisme atau sosial nampaknya tak lagi menjadi pertimbangan bagi perusahaan rights holder hingga penyelenggara pertandingan itu sendiri dalam menjual kontennya, motif mengejar keuntungan selalu menjadi prioritas utama.
Bahkan, hal tersebut juga telah menular kepada PSSI yang kini menggandeng Mola TV sebagai mitra broadcaster utama pertandingan Timnas Indonesia (non-turnamen).
"Sekali lagi siaran olahraga itu industri. Nggak ada urusan sama nasionalisme. Ada harga ada rupa. Semua lisensi siaran PSSI dibagi dalam puluhan kategori dan right dibagi lagi dalam sejumlah lisensi. Tinggal adu kuat duit aja untuk memilikinya," kata Apni Jaya Putra sebagaimana dikutip Kabar Besuki dari akun Twitter @Apni pada 5 September 2019 lalu.
Saat Apni Jaya Putra masih menjabat sebagai Direktur Program dan Berita TVRI, dia merasakan bahwa banyak ketentuan dan batasan yang harus ditaati oleh stasiun TV nasional ketika memperoleh hak untuk menayangkan pertandingan olahraga, khususnya sepak bola.
Selain mengenai jumlah pertandingan yang boleh disiarkan dalam sebuah kompetisi atau turnamen, terdapat ketentuan lainnya yang tak boleh ditawar termasuk di antaranya kewajiban untuk melakukan pengacakan di luar platform terestrial, khususnya melalui satelit.
Dia mencontohkan, pada saat TVRI memperoleh sublisensi pertandingan Liga Inggris maupun Timnas Indonesia pada tahun 2019, TVRI bahkan diharuskan untuk mengganti enkripsi atau acakannya agar tidak dapat dibuka oleh pengguna parabola akhir (end-user).
"Tidak ada pemilik right yang mengizinkan bisskey. TVRI harus patuh pada aturan kontrak yang hanya menayangkan via FTA. Urusan parabola itu sub lisensi pihak lain. Bisskey yang sering diminta oleh katanya 'pemilik parabola' itu adalah kode utk membuka acakan antar stasiun yang digunakan pertama kali antar anggota EBU di Eropa. Lah peduli apa kalau dia home use sama biss key," ujarnya menjelaskan.
Baca Juga: Mola TV Larang Tempat Komersial Gelar Nobar Euro 2020 Tanpa Izin, Ada Sanksi Pidana Menanti