Inilah Beberapa Tips Jitu Agar Para Pemuda Milenial Tertarik dengan Usaha Pertanian

- 17 April 2021, 12:09 WIB
Ilustrasi lahan pertanian dan anak muda
Ilustrasi lahan pertanian dan anak muda /A Fauzi/Free-Photos/pixabay.com

KABAR BESUKI - Jumlah petani di Indonesia saat ini dikatakan semakin menurun, meski Indonesia dikenal dengan negara agraris, namun hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena peralihan zaman.

Semakin banyak petani yang memilih alih profesi menunjukkan bahwa profesi tersebut semakin tak diminati di Indonesia, sehingga membuat jumlah petani terus menurun dan menimbulkan ancaman punahnya profesi petani.

Dilansir dari situs Antara, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto menilai perlu ada upaya serius untuk mendorong generasi muda agar mau bekerja ke sektor pertanian, karena saat ini tenaga kerja pertanian didominasi oleh orang-orang usia lanjut.

Baca Juga: Selama Ramadhan, Mendag Nyatakan Harga Ayam, Beras Hingga Cabai Cenderung Naik Turun

Baca Juga: Dikatakan Pernah Sakit Jiwa, Pembunuh di FedEx Indianapolis Tertangkap!

Baca Juga: Siap-Siap! Ide THR Pemberian Emas Bisa Dicoba untuk Membuat Pasangan Anda Bahagia

Berdasarkan kelompok umur, sebesar 17,29 persen atau 6,61 juta tenaga kerja pertanian berusia kurang dari 30 tahun, 29,15 persen atau 11,14 juta orang berusia 30-44 tahun, 32,39 persen atau 12,38 juta orang berusia antara 45-59 tahun, dan 21,7 persen atau 8,09 juta orang berusia di atas 60 tahun. Sedangkan menurut pendidikan yang ditamatkan, 65,23 persen berpendidikan SD ke bawah.

“Ini perlu menjadi perhatian, di mana sektor pertanian didominasi oleh SDM yang berpendidikan rendah dengan usia yang sudah lanjut, sehingga ke depan kita perlu mencari cara bagaimana generasi muda bisa masuk ke sektor pertanian,” kata Suhariyanto.

Ancaman punahnya profesi petani, bukanlah isapan jempol belaka.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) mengungkap data mencengangkan terkait hal ini.

Bappenas bahkan memperkirakan pada 2063 tak ada lagi profesi petani seiring dengan turunnya pekerja di sektor pertanian.

Pada tahun 1976 proporsi pekerja Indonesia di sektor pertanian mencapai 65,8 persen. Namun, pada 2019 turun signifikan menjadi hanya 28 persen.

Dari data itu saja sudah cukup menggambarkan bahwa Indonesia tak lagi didominasi oleh penduduk dengan mata pencaharian bercocok tanam. Petani bukan lagi profesi mayoritas di Indonesia, atau kalah saing dibanding profesi lainnya.

Baca Juga: Kasus Pembekuan Darah Kian Marak Di Dunia, BPOM Ingatkan Nakes Perhatikan Warning Label Vaksin AstraZenecca

Baca Juga: Kebiasaan Seorang Ibu Ketika Hamil dan Menyusui Ternyata Berpengaruh pada Pertumbuhan Anak

Baca Juga: Sinopsis Film Horor Shadow in The Cloud, Tayang di Bioskop: Chloe Moretz Sebagai Pilot di Era Perang Dunia II

"Apabila menggunakan tren ini dalam perhitungan linear, tentu saja hasilnya cukup mencengangkan, mungkin di 2063 tidak ada lagi yang berprofesi sebagai petani seperti yang kita kenal. Mudah-mudahan hal ini bisa kita lawan," kata Plt Direktur Pembangunan Daerah Kementerian PPN/Bappenas Mia Amalia.

Faktanya, para pekerja sektor pertanian telah beralih profesi ke sektor lain. Tercermin dari sektor jasa yang proporsi pada 1976 sebesar 23,57 persen menjadi sebesar 48,91 persen di 2019. Begitu pula dengan proporsi pekerja di sektor industri yang meningkat menjadi 22,45 persen di 2019 dari sebelumnya 8,86 persen di tahun 1976.

Dikutip dari antaranews.com, bahwa penelitian dari LIPI tahun 2019 menjelaskan menurunnya minat generasi muda terhadap profesi petani karena generasi muda melihat ada citra negatif tentang pertanian. Profesi petani dipandang tidak menguntungkan. Di sisi lain, pemuda desa saat ini juga lebih tertarik mencari pekerjaan di kota dan tidak kembali lagi ke desa.

Kurangnya minat generasi muda menjadi petani disebabkan beberapa hal, di antaranya karena penghasilan petani dinilai tak cukup besar untuk memenuhi kesejahteraan keluarga, pekerjaan dilakukan di alam terbuka di bawah terik sinar matahari dan lahan pertanian yang digarap tergolong pekerjaan yang dapat membuat pakaian dan tubuh petani menjadi kotor.

Berdasarkan hal-hal tersebut, perlu terobosan baru berupa inovasi disruptif atau disruptive innovation yakni inovasi yang bisa menggantikan pasar yang lama dengan ide bisnis segar serta dapat menyesuaikan kebutuhan konsumen.

Baca Juga: Razia Sentra Takjil, Dinkes Kabupaten Tulungagung Temukan Makanan Mengandung Formalin dan Zat Berbahaya

Baca Juga: Pemeran Narcissa Malfoy Meninggal Dunia di Rumah Akibat Kanker, J.K. Rowling Tulis Pesan Duka Cita di Twitter

Halaman:

Editor: Yayang Hardita

Sumber: Antaranews.com


Tags

Terkini

x