Langit Telah Runtuh, Petani China Berduka Ternaknya Hanyut

- 27 Juli 2021, 08:58 WIB
Ilustrasi Langit Telah Runtuh, Petani China Berduka Ternaknya Hanyut
Ilustrasi Langit Telah Runtuh, Petani China Berduka Ternaknya Hanyut /PIXABAY

KABAR BESUKI – Hujan ekstrem yang melanda China beberapa hari lalu telah membawa dampak yang begitu besar bagi masyarakat China, khusunya di kalangan petani dan peternak.

Salah satunya petani China bernama Cheng, ia mengarungi air setinggi lutut, menarik babi mati di belakang rumahnya satu per satu dengan tali yang diikatkan di pergelangan kaki mereka untuk dibuang karena sudah menjadi bangkai.

Lebih dari 100 babi milik Cheng tenggelam dalam banjir yang melumpuhkan provinsi Henan di China tengah pekan lalu, dan kesempatan hidup bagi babi yang selamat sangatlah kecil.

Baca Juga: Mendagri Tito Karnavian Intruksikan Satpol PP dan TNI-Polri Awasi Aturan Makan 20 Menit

"Saya menunggu sampai ketinggian air turun untuk melihat apa yang harus dilakukan dengan babi yang tersisa," kata petani berusia 47 tahun dari desa Wangfan, sekitar 90 kilometer utara ibu kota provinsi Zhengzhou sebagaimana dilansir Kabar Besuki dari Strait Times.

"Mereka sudah berada di air selama beberapa hari sekarang dan tidak bisa makan sama sekali. Saya tidak berpikir satu babi pun akan tersisa," imbuhnya.

Peternakan Cheng adalah satu dari ribuan di Henan, sebuah daerah yang terkenal dengan pertanian, dan produksi daging babi pada khususnya.

Baca Juga: Rizal Ramli Merasa Heran Sikap SBY Malah Diam Saat Situasi Genting Jelang Gus Dur Lengser 20 Tahun Lalu

Provinsi ini dilanda hujan lebat pekan lalu yang memicu banjir bandang terburuk dalam berabad-abad, dan mengejutkan banyak orang.

Pria itu juga kebingungan harus berbuat apa saat mata pencahariannya habis hanyut oleh banjir.

"Dalam sekejap, kami sekarang tidak memiliki cara untuk bertahan hidup. Kami tidak memiliki keterampilan lain. Kami tidak punya uang lagi untuk memelihara babi lagi," katanya.

Baca Juga: Bagi Pasien Isoman, Menkes: Saturasi Oksigen Dibawah 94 Harus Segera Dilarikan ke Rumah Sakit

Bahkan ia menggambarkan saat itu langit seolah-olah telah runtuh, menjatuhkan air yang banyak dan membuat banjir yang dahsyat.

"Ini seolah-olah langit telah runtuh," kata Cheng, Minggu, 25 Juli 2021.

Di seluruh desa, di mana sebagian besar dari 3.000 penduduk lainnya juga memelihara babi atau ayam atau menanam gandum, orang-orang membersihkan puing-puing yang ditinggalkan oleh air banjir yang surut.

Baca Juga: Andi Arief Puji Sikap SBY yang Mendukung Penuh Penanganan Covid-19, Meski Sering Difitnah Buzzer Istana

Beberapa mengangkut gerobak dorong dan peti ayam tak bernyawa. Babi mati berbaring kembung di air, diikat ke pohon untuk menghentikan mereka hanyut. Sebagian desa berbau lumpur dan bangkai yang membusuk.

Sedikitnya 200.000 ayam dan 6.000 babi hilang dalam banjir, setengah dari ternak desa, kata para petani.

Cheng mengatakan dia menghadapi kerugian sekitar 30.000 yuan, dan dia khawatir tidak akan menerima kompensasi pemerintah.

Baca Juga: Andi Arief Beri Sindiran Pedas kepada Buzzer Pemerintah: Negara Rusak Belakangan Ini Karena Mereka

Selain mata pencaharian, banjir juga membuat banyak orang khawatir tentang wabah penyakit baru.

Musim panas lalu, hujan lebat dan banjir di seluruh China selatan diyakini menjadi penyebab atas lusinan wabah demam babi Afrika.

Penyakit itu biasanya membunuh babi meskipun tidak berbahaya bagi manusia.

"Masalah penyakit adalah masalah yang jauh lebih parah daripada kerugian langsung," kata Pan Chen Jun, analis senior di Rabobank.

Baca Juga: Jadwal Pertandingan Bulutangkis Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020 Selasa 27 Juli 2021

Diketahui, virus demam babi hidup selama sekitar 10 hari di kotoran babi dan air, dan dapat bertahan hingga 100 hari di lubang kotoran.

Pekan lalu, Kementerian Pertanian dan Urusan Pedesaan mengeluarkan pedoman kepada pemerintah daerah tentang cara mencegah penyakit hewan setelah banjir, termasuk langkah-langkah pembuangan bangkai dan desinfeksi peternakan.

Namun untuk saat ini, petani Wangfan bahkan tidak yakin mereka akan kembali bertani dan beternak, salah satunya Zhang Guangsi yang kehilangan setengah dari ternaknya yang mati.

Baca Juga: Update Kasus Covid-19 di Indonesia Senin 26 Juli 2021, Jawa Barat Masih Tertinggi

"Setelah melakukan ini selama bertahun-tahun, dalam sekejap, semuanya hilang," kata Zhang.

Bahkan pria berusia 53 tahun itu merasa tidak akan memelihara babi lagi setelah kejadian dahsyat yang melandanya itu.

"Saya tidak merasa ingin memelihara babi lagi," pungkasnya.***

Editor: Ayu Nida LF

Sumber: Strait Times


Tags

Terkini

x