Menteri Luar Negeri Rusia Peringatkan NATO dan AS, Media China: Bangun dan Hentikan Kirim Senjata ke Ukraina

- 1 Mei 2022, 10:02 WIB
Menlu Rusia Peringatkan NATO dan AS untuk berhenti mengirim senjata ke Ukraina jika ingin krisis selesai.
Menlu Rusia Peringatkan NATO dan AS untuk berhenti mengirim senjata ke Ukraina jika ingin krisis selesai. /Tangkap layar postingan akun Instagram @nato

KABAR BESUKI - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, sekali lagi mendesak Amerika Serikat dan NATO untuk berhenti mengirim senjata ke Kyiv, jika mereka benar-benar tertarik menyelesaikan krisis di Ukraina.
 
"Jika AS dan NATO benar-benar tertarik untuk menyelesaikan krisis Ukraina, maka pertama-tama mereka harus bangun dan berhenti mengirim senjata dan amunisi kepada rezim Kyiv," kata Sergey Lavrov, dalam sebuah wawancara dengan kantor berita resmi China.
 
AS dan beberapa negara Eropa telah memasok senjata bernilai miliaran dolar ke Ukraina dalam perangnya melawan agresi Rusia.
 
 
Presiden AS, Joe Biden, telah meminta Kongres untuk mendukung Ukraina.
 
Moskow telah berulang kali memperingatkan Washington agar tidak melanjutkan bantuan militernya ke Kyiv, menuduh AS menuangkan minyak ke api-api perang.
 
Kremlin sebelumnya menyebut pengiriman senjata Barat ke Ukraina sebagai ancaman bagi keamanan Eropa.
 
Beberapa bulan setelah invasi yang gagal dalam tujuan jangka pendeknya untuk merebut Kyiv.
 
Kini Moskow sekarang mengintensifkan operasi di wilayah Donbas Timur Ukraina.
 
 
Namun Lavrov mengatakan bahwa operasi militer khusus berjalan sesuai rencana.
 
China telah menghindari mengutuk invasi Rusia ke Ukraina dan membela persahabatan yang kuat dengan Moskow.
 
Rusia mengatakan sanksi Barat dan pengiriman senjata ke Ukraina menghambat negosiasi damai, dilansir Kabar Besuki dari Al Jazeera.
 
Lavrov mengatakan pembicaraan terus berlanjut tetapi dengan diikuti  kemajuan yang sangat sulit.
 
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky mengatakan kepada media Polandia bahwa kemungkinan pembicaraan lama untuk mengakhiri konflik dapat berakhir tanpa kesepakatan apapun.
 
 
"Resiko bahwa pembicaraan akan berakhir lama karena apa yang mereka (Rusia) tinggalkan di belakang mereka, kesan bahwa mereka memiliki pedoman tentang pembunuhan orang," kata Zelensky.
 
Pembicaraan yang goyah tidak diadakan secara langsung selama sebulan.
 
Barat telah memberlakukan sanksi keras, yang dimana sebagian besar sektor keuangan Rusia dari ekonomi global.
 
Ratusan perusahaan multinasional juga telah keluar dari Rusia setelah perang yang merupakan pukulan bagi ekonominya.
 
Negara-negara Eropa telah berjanji untuk mengurangi ketergantungan pada gas Rusia untuk menghilangkan pendapatan Moskow.
 
Lavrov mengatakan bahwa, Rusia akan pulih kembali ekonominya dan menjaga dari potensi permusuhan yang melanggar hukum.
 
 
Dia menambahkan bahwa negara yang terkena sanksi akan fokus menjauh dari dolar AS dan mengurangi impor, sambil meningkatkan kemandirian teknologinya.
 
Moskow telah menerapkan kebijakan de-dolarisasi selama beberapa tahun.
 
Meminta China dan India sebagai mitra untuk melakukan pembayaran dalam mata uang lain.
 
Sementara itu, jaksa Ukraina mengatakan mereka telah melakukan lebih dari 8.000 kejahatan perang.
 
Saat ini sedang menyelidiki 10 tentara Rusia atas dugaan kekejaman di Bucha, dimana puluhan mayat dan pakaian sipil ditemukan setelah mundurnya Moskow.
 
Moskow membantah klaim tersebut.***

Editor: Yayang Hardita

Sumber: Al Jazeera


Tags

Terkait

Terkini

x