Sementara Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) adalah lembaga bantu pemerintah nonAPBN yang dibentuk menteri berdasarkan undang-undang mengenai Hak Cipta.
LMKN berwenang menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti serta mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait di bidang lagu dan/atau musik.
Pengguna lagu dan musik secara komersial yang dimaksud di pasal tersebut meliputi seminar dan konferensi komersial, restoran, kafe, pub, bar, distro, klub malam, diskotik.
Selain itu, konser musik, pesawat, bus, kereta api, kapal laut, pameran dan bazar, bioskop, nada tunggu telepon, bank dan kantor, pertokoan, pusat rekreasi, lembaga penyiaran televisi, lembaga penyiaran radio, hotel, kamar hotel dan fasilitas hotel serta usaha karaoke.
Melalui peraturan ini, para pemakai lagu dan musik seperti restoran, kafe, bioskop hingga pertokoan yang mendayagunakan lagu karya cipta secara komersial diwajibkan untuk membayar royalti.
Kendati demikian, dia berharap peraturan pemerintah segera ditindaklanjuti oleh menteri-menteri terkait agar pengelolaan royalti bisa berjalan lebih lancar.
Baca Juga: Jangan Malas, Bangun Pagi Ternyata Miliki Beragam Manfaat Bagi Kesehatan dan Kecantikan lho!
"Ini menggembirakan tapi harus segera ditindaklanjuti dengan menteri-menteri terkait, harus ada peraturan menteri umpamanya untuk mengatur tarif, untuk menentukan royalti kan harus ada tarif-tarif yang disepakati dengan asosiasi-asosiasi atau dari pengusaha-pengusaha tersebut (dalam peraturan pemerintah)," kata komponis yang juga anggota grup jazz ternama Krakatau.
Saat ini Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sudah terbentuk dan sudah banyak Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang berdiri. LMK terbagi menjadi dua, yakni LMK Hak Cipta dan LMK Hak Terkait.