Menurut dia, perubahan status jabatan Kepala BNPB yang diubah menjadi jabatan militer merupakan 'alarm' bahaya bagi supremasi hukum di Indonesia.
"Kemudian dulu BNPB, itu dulu jabatan sipil. Tapi karena Jenderal Doni Monardo dibawa ke sana, dan beliau tidak mau ke sana kalau kehilangan pangkat jabatannya maka diubah menjadi jabatan militer. Ini bahaya sekali," katanya.
Baca Juga: Rocky Gerung Kritik Tajam Perubahan Statuta Demi Jabatan Komisaris BUMN untuk Rektor UI
Said Didu kemudian menjelaskan fungsi statuta dalam sebuah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN).
Dia mengatakan, statuta merupakan regulasi yang mengatur sebuah PTN karena telah diizinkan mengelola operasionalnya secara independen.
"Statuta adalah semacam AD-ART bagi perguruan tinggi yang diizinkan mengelola, me-manage nya, dan keuangannya secara mandiri tidak lagi lewat APBN. Statuta itu diberikan kepada perguruan tinggi negeri. Sekarang ada dua belas PTN yang diberikan hak otonomi untuk mengelola keuangannya, termasuk gaji dosennya berapa, SPP (UKT) nya berapa, gaji rektornya berapa, dan lain-lain," ujar dia.
Said Didu kemudian menceritakan pengalamannya saat masih menjadi salah satu anggota Majelis Wali Amanat (MWA) Institut Pertanian Bogor.
Menurutnya, setiap kali perubahan Statuta UI seharusnya melibatkan seluruh PTN lainnya yang berstatus BHMN.
"Saya masih ingat, dulu waktu masih jadi anggota Majelis Wali Amanat (MWA) di IPB, statuta itu dibahas bersama oleh empat perguruan tinggi (pada masanya) dan dipakai oleh UI. Jadi apa yang aneh di perubahan statuta UI? Satu, tidak dibahas secara bersama tapi nyelonong sendiri. Kedua, setelah membaca bahwa yang sangat aktif mengurus statuta adalah rektor, bukan MWA. Ketiga, ini kayak ngejar waktu (RUPS BRI)," tuturnya.***