Berdasarkan fatwa ulama, Herman menambahkan, tidak memperbolehkan kawin kontrak karena dapat merendahkan derajat dan merugikan kaum perempuan.
"Kami merasa berdosa kalau membiarkan hal tersebut terus terjadi, sehingga kami tengah menggodog perbup dan sanksi agar ada efek jera," ujar Herman.
Sedangkan, Ketua Harian P2TP2A Cianjur Lidya Indiyani Umar memaparkan bahwa sepanjang tahun 2021 telah mendapat tiga laporan terkait kawin kontrak yang merugikan perempuan di Cianjur, sehingga pihaknya menilai masih ada kawin kontrak yang terjadi di Cianjur.
Lidya menjelaskan, dari tiga laporan tersebut, perempuannya dalam kondisi hamil, namun ditinggalkan pasangannya karena masa kawin kontrak sudah habis.
Sehingga korban terpaksa harus menanggung beban sendiri untuk membesarkan anak dalam kandungannya.
"Kami mendukung adanya perbub yang melarang kawin kontrak berikut dengan sanksi tegas agar tidak ada lagi praktek kawin kontrak di Cianjur, karena selama ini, masih terjadi dengan bukti masuknya tiga laporan terkait kawin kontrak, dimana kondisi perempuannya sedang hamil," kata Lidya.
Menurut Lidya, kawin kontrak selain merugikan korban, juga akan berdampak luas terhadap tumbuh kembang sang anak termasuk saat mengurus administrasi kependudukan karena sebagian besar pria yang melakukan kawin kontrak merupakan wisatawan asing.
Sebagai informasi, dilansir dari data unair.ac.id yang juga tercatat pada perpustakan digitalnya, kawin kontrak adalah suatu bentuk perkawinan yang dibatasi oleh waktu tertentu sesuai yang diperjanjikan kedua belah pihak.
Sementara itu, kawin kontrak merupakan bentuk perkawinan yang tidak sah menurut UU No.1 Thn. 1974 tentang perkawinan.