Bahlil ‘Suarakan’ Pemilu 2024 Diundur, Wakil MPR RI: Masa Menteri Gak Ngerti UUD 1945

13 Januari 2022, 10:15 WIB
wakil MPR syarif hasan sebut bahlil tidak paham konstitusi dan UUD 1945 /Jurnal Ngawi/Gambar @bahlillahadalia

KABAR BESUKI - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Syarif Hasan memberikan pendapatnya terkait pernyataan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang mengatakan bahwa para pengusaha ingin pemilu 2024 diundur.

Sebagaimana diketahui, Bahlil menyebutkan para pengusaha ingin agar Pemilu 2024 mendatang diundur.

Ia beralasan bahwa dunia usaha rata-rata berharap proses demokrasi dalam konteks peralihan kepemimpinan diundur dalam upaya mendorong perekonomian nasional yang saat ini sedang masa pemulihan.

Baca Juga: Pengacara Menyesalkan Pelapor Ferdinand Hutahaean Tak Mendahulukan Syariat: Tabayyun, Sehingga Ini Tak Terjadi

Menanggapi hal tersebut, Syarif Hasan mengatakan bahwa pernyataan yang dilontarkan oleh Bahlil berpotensi bertentangan dengan konstitusi negara.

“Saya sangat menyayangkan masa seorang penyelenggara negara yang tidak bisa mengamalkan dan tidak memahami UUD 1945,” kata Syarif Hasan seperti dikutip Kabar Besuki dari Youtube iNews.

“UUD 1945 itu wajib untuk diamalkan oleh setiap penyelenggara negara agar kita bisa membawa bangsa ini lebih sejahtera, jangan terbalik-balik pemikirannya,” tambahnya.

Syarif Hasan mengatakan bahwa Bahlil tidak mengerti isi dari UUD 1945 sehingga bisa menyuarakan agar pemilu 2024 bisa diundur.

Baca Juga: Ubedilah Badrun Mengaku Berpegang Teguh Sabda Rasulullah SAW Saat Berani Laporkan Gibran dan Kaesang ke KPK

Ia juga mengatakan bahwa pendapat Bahlil soal pemilu 2024 diundur bertentangan dengan konstitusi atau inkonstitusional.

“Bagi kami itu sangat konstitusional, karena tidak mengerti tentang UUD 1945,” ujar Syarif Hasan.

Lebih lanjut, Syarif Hasan mengatakan bahwa dalam konstitusi dan UUD 1945 jelas diatur mengenai ketentuan pemilu dan masa jabatan Presiden.

Baca Juga: Ubedilah Badrun Gelisah Saat Korupsi Merajalela Namun Petinggi Negara Menganggap Hal Itu Baik-baik Saja

Menurutnya, seorang pejabat negara seharusnya mengetahui hal itu dan patuh terhadap isi dari UUD 1945.

“Untuk itu, seharusnya seorang penyelenggara atau menteri mengerti tentang hal ini,” tuturna.

Syarif Hasan juga menegaskan bahwa dalam UUD 1945 jelas diatur bahwa masa jabatan Presiden hanya 5 tahun dan hanya bisa ditambah satu kali masa jabatan.

Menurut Syarif, pernyataan yang dilontarkan oleh Menteri Bahlil justru menunjukkan bahwa dirinya tidak taat konstitusi.

Baca Juga: Rumor Risma dan Gibran Maju Jadi Gubernur DKI Jakarta Mencuat, Aria Bima: Saya Kira Wajar Saja

“Jadi kalau ada yang berpandangan lain, berarti tidak memahami konstitusi, sangat disayangkan kalau seorang penyelenggara negara tidak memahami hal ini,” pungkasnya.***

Editor: Yayang Hardita

Sumber: Youtube iNews

Tags

Terkini

Terpopuler